Menjelang Konferensi Asia Afrika yang ke-60 gue bakal coba untuk membahas percintaan remaja yang alay menurut kamus nasionalisme.
Ngomong-ngomong sebelum gue mulai gue mau memberikan sedikit bocoran gue sedang proses dalam peluncuran buku gue yang ga bakal laku dengan judul DIABETES (DIAnggap sEBtas TEman Saja), maaf kalo maksa... gue mah gitu orangnya. Mohon doanya teman-teman, satu doa kalian akan membawa kalian keluar dari kejombloan yang melekat.
Banyak yang gue liat dari percintaan remaja jaman sekarang, mereka selalu melebih-lebihkan layaknya sinetron. Kasusnya padahal cuman uang Rp 2.000,- yang kemaren lu pinjem ke pacar lu buat bayar parkir dan ketika pacar lu nagih dia nagih sambil drama
"JADI!!!! KAMU LUPA KALO KAMU....KAMU...KAMU UDAH PINJEM DUA RIBU KE AKU!!!! DASAR PACAR *********"
Terlalu drama anak muda, terlalu drama.
Kali ini gue secara spesial mau ngajarin kalian untuk melakukan pacaran secara nasionalisme.
Pertama, dalam masa pendekatan adalah masa dimana seorang cowo akan menebar janji layaknya pemerintah menebar janji. Wanita dalam fase ini berhati-hatilah karena difase ini banyak pria yang bakal pura-pura gantleman (bukan gue), pura-pura baik (bukan gue), dan pura-pura gapunya pacar (ini.... bukan gue karena gue jomblo 18 taun).
Buat kalian para cowo belajarlah mencintai seorang wanita layaknya Bapa Ahok, ga pernah pamrih kalo udah berbuat sesuatu, ga pernah menebar janji yang hanya sekedar janji, dan ga pernah mementingkan diri sendiri.
Hal yang kedua, dalam kamus percintaan gue. Kalian harus mencintai pasangan kalian tanpa memandang apa yang mereka miliki, macam seorang warga negara. Kalian hanya tau bahwa Indonesia adalah negara yang terpuruk, ga memiliki apa-apa, sehingga kaliah memilih untuk pindah dan menjadi warga negara lain. Ini sama seperti ketika kalian sudah berpasangan nanti, jangan menjadi warga negara yang hanya bisa melihat kekurangan pasangan kalian tanpa menyadari bahwa dibalik kekurangannya ada sejuta kelebihan yang kalian gatau, dan jangan pernah merasa sirik dengan pasangan orang lain.
Mari kita tutup teori abal-abal ini dengan cerita flashback temen gue yang semi-tragis.
Dulu ketika gue SMP kelas 2, ada temen gue yang kata orang semi-ganteng sebut saja namanya Dimas. Dimas adalah orang yang menarik dan mampu secara mudah mendapatkan wanita, macam beli kacang aja kalo dapet pacar.
Tapi hanya ada satu perempuan yang sulit ditaklukan oleh Dimas yaitu Anggi (nama samaran). Sudah 1 taun lebih DImas mendekatkan diri dan mempromosikan diri kepada Anggi, tetapi Anggi selalu acuh beybeh.
"Coy, gue bingung nih gimana ya deketin si Anggi?", tanya Dimas.
"Gini aja deh, coba lu sekarang telepon dia dan ajak kenalan.", akhirnya trik itu pun dijalankan.
Akhirnya malam Dimas pun menelpon Anggi dan mulai ada suara dari telepon rumah Dimas "Haloo..."
"Ha..Ha..Halo.. Ini Anggi ya? Gi, gue mau ngmong kalo gue... Su..."
"Halo, maaf ini pembantunya ada yang bisa dibantu?", mampus ternyata yang angkat pembantunya Anggi.
"Matiin woy... Matiin", gue bisik-bisik ke Dimas.
Malam itu pun jadi failed dan besoknya di kelas gue para cewe-cewe heboh karena katanya rumah Anggi semalam ditelepon oleh cowo yang suaranya kaya bencong. Dimas emang kaya bencong suaranya, dan gue cuman bisa kasian ganteng-ganteng kaya bencong.
Satu momen ketika istirahat Dimas iseng-iseng nyimpen coklat di tasnya Anggi dan Dimas bakal nunggu di depan kelas Anggi dengan harapan seperti di film-film Korea.
Kenyataannya si Anggi malah keluar kelas dan teriak-teriak ketemen-temennya, "Gila !!! kayanya si itu kasih gue coklat deh asik banget !"
Ketika pulang sekolah Dimas lagi-lagi minta saran lagi.
"Gini aja deh, gimana kalo lo. Coba makan di tempat favorit Anggi dan ketika ada momen dia sendiri lu ajak kenalan deh."
Kebetulan Anggi memang suka makan di sebuah tempat makan fast food di sebuah mall yang bernama Leto Mart di J.vo.
Akhirnya Dimas pun hampir setiap Jumat pergi ke sana dan memakan donut sampai mukanya lama-lama gue liat kaya gula donut. Satu hari dia ketemu sama Anggi sendiri sedang membaca buku dan Dimas tidak berani buat mendekatkan diri untuk berkenalan.
Sampai akhirya si Anggi pulang, Dimas hanya bisa terdiam seperti bencong yang lagi radang tenggorokan.
Semenjak kejadian itu, Dimas sangat sering nongkrong di sana dan berharap momentum yang sama kembali terjadi. Hingga beberapa tahun kemudian ketika awal-awal SMA.
Dimas sengaja pergi ke J.vo dan sudah mulai tidak berharap kepada Anggi. Momen itu dia manfaatkan untuk bertanya kabar.
"Hei, Anggi ya?", tanya Dimas.
"Iya, siapa ya? hehe"
"Ini gue Dimas, inget ga?", akhirnya pun mereka ngobrol sangat asik dan panjang sekali.
Sampai di satu momentum Dimas pengen ngungkapin perasaannya ke Anggi, di momen itu juga sesuatu yang tidak diharapkan oleh siapapun terjadi.
"Gi, sebenernya gini gue udah lama pengen ngomong kalo gue..."
Tiba-tiba ada suara manggil, "Gi ! Pulang yu."
Dimas pun menengok dan bertanya, "kaka lo? Ganteng juga.", naluri bencong Dimas keluar lagi.
"Bukan, itu pacar gue. Udah ya gue pulang dulu, oh iya. Lu mau ngomong apa tadi?"
Dimas seketika terdiam seperti kesetrum kabel cukur jenggot.
"Di..Dimas ? Halooo... lu mau ngomong apa tadi?", tanya Anggi.
"Ohh ga ga, sorry ganggu. Sok kalo mau pulang, Bye."
Seharian itu Dimas sangat bete dan mengajak gue buat makan di nasi goreng.
"Gue aga nyesel deh, tau gitu kenapa gue cuman bisa suka diem-diem ya? Kenapa gue ga pernah coba buat ngomong dari dulu."
Saat dia ngomong gitu gue cuman bisa diem dan berpikir memang apa yang salah dengan orang yang suka secara diam-diam? Ato yang lebih tepat apakah orang yang hanya bisa suka diam-diam berarti merelakan orang yang dia suka jadian sama orang lain?
Ah, setidaknya semua orang pernah merasakan ini. Biarlah angin yang menyampaikan ke orang-orang itu kalo kita pernah suka sama mereka dari jarak jauh.
Ngomong-ngomong sebelum gue mulai gue mau memberikan sedikit bocoran gue sedang proses dalam peluncuran buku gue yang ga bakal laku dengan judul DIABETES (DIAnggap sEBtas TEman Saja), maaf kalo maksa... gue mah gitu orangnya. Mohon doanya teman-teman, satu doa kalian akan membawa kalian keluar dari kejombloan yang melekat.
Banyak yang gue liat dari percintaan remaja jaman sekarang, mereka selalu melebih-lebihkan layaknya sinetron. Kasusnya padahal cuman uang Rp 2.000,- yang kemaren lu pinjem ke pacar lu buat bayar parkir dan ketika pacar lu nagih dia nagih sambil drama
"JADI!!!! KAMU LUPA KALO KAMU....KAMU...KAMU UDAH PINJEM DUA RIBU KE AKU!!!! DASAR PACAR *********"
Terlalu drama anak muda, terlalu drama.
Kali ini gue secara spesial mau ngajarin kalian untuk melakukan pacaran secara nasionalisme.
Pertama, dalam masa pendekatan adalah masa dimana seorang cowo akan menebar janji layaknya pemerintah menebar janji. Wanita dalam fase ini berhati-hatilah karena difase ini banyak pria yang bakal pura-pura gantleman (bukan gue), pura-pura baik (bukan gue), dan pura-pura gapunya pacar (ini.... bukan gue karena gue jomblo 18 taun).
Buat kalian para cowo belajarlah mencintai seorang wanita layaknya Bapa Ahok, ga pernah pamrih kalo udah berbuat sesuatu, ga pernah menebar janji yang hanya sekedar janji, dan ga pernah mementingkan diri sendiri.
Hal yang kedua, dalam kamus percintaan gue. Kalian harus mencintai pasangan kalian tanpa memandang apa yang mereka miliki, macam seorang warga negara. Kalian hanya tau bahwa Indonesia adalah negara yang terpuruk, ga memiliki apa-apa, sehingga kaliah memilih untuk pindah dan menjadi warga negara lain. Ini sama seperti ketika kalian sudah berpasangan nanti, jangan menjadi warga negara yang hanya bisa melihat kekurangan pasangan kalian tanpa menyadari bahwa dibalik kekurangannya ada sejuta kelebihan yang kalian gatau, dan jangan pernah merasa sirik dengan pasangan orang lain.
Mari kita tutup teori abal-abal ini dengan cerita flashback temen gue yang semi-tragis.
Dulu ketika gue SMP kelas 2, ada temen gue yang kata orang semi-ganteng sebut saja namanya Dimas. Dimas adalah orang yang menarik dan mampu secara mudah mendapatkan wanita, macam beli kacang aja kalo dapet pacar.
Tapi hanya ada satu perempuan yang sulit ditaklukan oleh Dimas yaitu Anggi (nama samaran). Sudah 1 taun lebih DImas mendekatkan diri dan mempromosikan diri kepada Anggi, tetapi Anggi selalu acuh beybeh.
"Coy, gue bingung nih gimana ya deketin si Anggi?", tanya Dimas.
"Gini aja deh, coba lu sekarang telepon dia dan ajak kenalan.", akhirnya trik itu pun dijalankan.
Akhirnya malam Dimas pun menelpon Anggi dan mulai ada suara dari telepon rumah Dimas "Haloo..."
"Ha..Ha..Halo.. Ini Anggi ya? Gi, gue mau ngmong kalo gue... Su..."
"Halo, maaf ini pembantunya ada yang bisa dibantu?", mampus ternyata yang angkat pembantunya Anggi.
"Matiin woy... Matiin", gue bisik-bisik ke Dimas.
Malam itu pun jadi failed dan besoknya di kelas gue para cewe-cewe heboh karena katanya rumah Anggi semalam ditelepon oleh cowo yang suaranya kaya bencong. Dimas emang kaya bencong suaranya, dan gue cuman bisa kasian ganteng-ganteng kaya bencong.
Satu momen ketika istirahat Dimas iseng-iseng nyimpen coklat di tasnya Anggi dan Dimas bakal nunggu di depan kelas Anggi dengan harapan seperti di film-film Korea.
Kenyataannya si Anggi malah keluar kelas dan teriak-teriak ketemen-temennya, "Gila !!! kayanya si itu kasih gue coklat deh asik banget !"
Ketika pulang sekolah Dimas lagi-lagi minta saran lagi.
"Gini aja deh, gimana kalo lo. Coba makan di tempat favorit Anggi dan ketika ada momen dia sendiri lu ajak kenalan deh."
Kebetulan Anggi memang suka makan di sebuah tempat makan fast food di sebuah mall yang bernama Leto Mart di J.vo.
Akhirnya Dimas pun hampir setiap Jumat pergi ke sana dan memakan donut sampai mukanya lama-lama gue liat kaya gula donut. Satu hari dia ketemu sama Anggi sendiri sedang membaca buku dan Dimas tidak berani buat mendekatkan diri untuk berkenalan.
Sampai akhirya si Anggi pulang, Dimas hanya bisa terdiam seperti bencong yang lagi radang tenggorokan.
Semenjak kejadian itu, Dimas sangat sering nongkrong di sana dan berharap momentum yang sama kembali terjadi. Hingga beberapa tahun kemudian ketika awal-awal SMA.
Dimas sengaja pergi ke J.vo dan sudah mulai tidak berharap kepada Anggi. Momen itu dia manfaatkan untuk bertanya kabar.
"Hei, Anggi ya?", tanya Dimas.
"Iya, siapa ya? hehe"
"Ini gue Dimas, inget ga?", akhirnya pun mereka ngobrol sangat asik dan panjang sekali.
Sampai di satu momentum Dimas pengen ngungkapin perasaannya ke Anggi, di momen itu juga sesuatu yang tidak diharapkan oleh siapapun terjadi.
"Gi, sebenernya gini gue udah lama pengen ngomong kalo gue..."
Tiba-tiba ada suara manggil, "Gi ! Pulang yu."
Dimas pun menengok dan bertanya, "kaka lo? Ganteng juga.", naluri bencong Dimas keluar lagi.
"Bukan, itu pacar gue. Udah ya gue pulang dulu, oh iya. Lu mau ngomong apa tadi?"
Dimas seketika terdiam seperti kesetrum kabel cukur jenggot.
"Di..Dimas ? Halooo... lu mau ngomong apa tadi?", tanya Anggi.
"Ohh ga ga, sorry ganggu. Sok kalo mau pulang, Bye."
Seharian itu Dimas sangat bete dan mengajak gue buat makan di nasi goreng.
"Gue aga nyesel deh, tau gitu kenapa gue cuman bisa suka diem-diem ya? Kenapa gue ga pernah coba buat ngomong dari dulu."
Saat dia ngomong gitu gue cuman bisa diem dan berpikir memang apa yang salah dengan orang yang suka secara diam-diam? Ato yang lebih tepat apakah orang yang hanya bisa suka diam-diam berarti merelakan orang yang dia suka jadian sama orang lain?
Ah, setidaknya semua orang pernah merasakan ini. Biarlah angin yang menyampaikan ke orang-orang itu kalo kita pernah suka sama mereka dari jarak jauh.
No comments:
Post a Comment